Kabupaten Pati Genjot Pengembangan Hilirisasi Ubikayu Jadi Tepung Tapioka

Kabupaten Pati Genjot Pengembangan Hilirisasi Ubikayu Jadi Tepung Tapioka
Foto : Pengembangan Hilirisasi Ubi Kayu Jadi Tepung Tapioka oleh Petani di Desa Ngemplak Kidul, Kecamatan Margoyoso, Pati, Jawa Tengah.

Pilarpertanian - Desa Ngemplak Kidul Kecamatan Margoyoso Pati, adalah salah satu desa produsen tepung tapioka terbesar di dataran pulau Jawa. Dengan konsep home industry, Desa Ngemplak Kidul hampir sebagian besar warganya mendulang rejeki dengan produksi tepung tapioka.

Direktur Aneka Kacang dan Ubi, Amirudin Pohan didampingi Prof. Iswandi Anas pakar MSI (Masyarakat Singkong Indonesia) berjumpa langsung bersama Suroso, Rabu, (24/6/2020) pengusaha tepung tapioka terbesar di Kabupaten Pati. Pohan pun langsung meninjau kebeberapa pabrik tapioka yang dikelola oleh Suroso yang dirintis selama 25 tahun.

Mereka sangat antusias sekali melihat secara langsung proses tepung tapioka dari mulai hulu sampai hilir yang dipandu langsung oleh pemilik pabrik pengolahan tapioka, Suroso.

Iswandi Anas, menjelaskan pengembangan singkong akan dilakukan melalui sistem klaster menggunakan bibit unggul dan pemupukan organik sesuai arahan Kementerian Pertanian. “Targetnya peningkatan produktivitas dari 20 ton per hektare menjadi 60 ton per hektare,” lanjutnya.

Anas pun menuturkan, nilai investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan 1 juta ha sebesar Rp 44,5 triliun selama 10 tahun. Pada tahun 2020 akan ada proyek percontohan pengembangan singkong sebesar 6.000 ha di Bengkulu, Lampung, dan Kalimantan Barat. Adapun jumlah bibit yang dibutuhkan sebesar 10.000 batang per hektare. Varietas singkong yang akan dikembangkan adalah varietas gajah, manggu, dan daarul hidayah.

Suroso juga menjelaskan tentang pengolahan tepung tapioka dari bahan baku menjadi tepung tapioka, dari satu pabrik saja membutuhkan bahan baku singkong 50 ton perhari.”Ini belum termasuk 3 pabrik yang lainnya”, lanjut Suroso.

Sedangkan untuk bahan baku tepung tapioka, Suroso telah membuat kesepakatan dengan petani khususnya di wilayah Jepara, Cluak seluas 500 hektar tanaman singkong.

Tepung tapioka ini nantinya ampasnya masih bisa dipakai lagi jadi tepung onggok. “Untuk penyaluran tepung onggok atau disebut juga ampas dari pengolahan tepung tapioka untuk dijadikan bahan baku obat nyamuk membutuhkan 25 ton onggok dalam jangka waktu 8 jam kerja dari 6 mesin,” ujar Suroso. Sementara harga onggok 2.500 perkilo dari petani. Bila dibandingkan harga onggok pada musim penghujan jauh lebih tinggi berkisaran Rp. 3.500 perkilo.

Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyebut ubi kayu sebagai andalan pangan lokal yang akan dikembangkan oleh Kementerian Pertanian. “Sesuai arahan Bapak Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo, menghadapi pandemi ini ada beberapa langkah strategis untuk tetap menjaga pasokan pangan, salah satunya ya dengan diversifikasi pangan ini,” ujar Suwandi.

Suwandi meyakini dengan adanya diversifikasi pangan maka akan memberikan alternatif pilihan konsumsi pangan untuk masyarakat. “Ke depannya, petani supaya mengembangkan kapasitasnya menjadi korporasi, jadi orientasi tidak hanya hulu saja namun sampai ke hilir dengan mengembangkan prosessingnya serta pemasarannya. Dengan begitu, petani akan lebih berdaya saing dan memiliki posisi tawar yang tinggi,” pungkas Suwandi.(BB)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan