Kedepankan Pengendalian Ramah Lingkungan, Kementan Dukung Penggunaan Pestisida Biologi
Pilarpertanian - Kesadaran dan minat petani-petani di Indonesia untuk mulai beralih dari penggunaan pestisida kimiawi ke pestisida biologi, semakin meningkat. Hal tersebut terungkap pada diskusi interaktif acara webinar yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementan yang berjudul “Pengendalian OPT Ramah Lingkungan Melalui Pengembangan Pestisida Biologi” (15/07/2021).
Pengajar di Departemen Proteksi Tanaman IPB sekaligus Ketua Tim Teknis Komisi Pestisida yang akrab dengan panggilan Prof Dadang menyatakan dukungannya dalam pengembangan pestisida alami/biologi di tingkat kelompok tani. “Ada beberapa tahapan dalam pemanfaatan produk pertanian yang ramah lingkungan yaitu produk budi daya tanpa pestisida, penggunaan pestisida biologi, penggunaan pestisida metabolit, penggunaan pestisida sintetis yang bijaksana (GAP). Penggunaan pestisida biologi seperti yang dilakukan di Jawa Timur dengan pemanfaatan teknologi fermentasi urin sapi perlu diapresiasi dan didorong. Untuk efektifitasnya kedepannya bisa diuji”, terang Prof Dadang.
Selain itu, dalam pengembangan biopestisida diperlukan sejumlah tahapan yang harus dilakukan yaitu skrinning, seleksi proses fermentasi, pengembangan uji hayati, pengujian keamanan, pengembangan formulasi, pengujian hayati lapangan, registrasi dan pemasaran. “Teknologi-teknologi pembuatan pestisida biologi dapat dipelajari dan dikembangkan”, jelas Prof Dadang.
Salah satu contoh pengembangan pestisida biologi adalah pemanfaatan fermentasi urin sapi sebagai bahan pengendali (repellent) OPT Tikus pada tanaman padi. Pemanfaatan fermentasi urin sapi plus rempah-rempah tersebut merupakan hasil temuan Petugas Pengendali OPT di Kecamatan Bungah Kabupaten Gresik, Jawa Timur atas nama Achmad Soche.
“Pengendalian tikus menggunakan fermentasi urin sapi plus adalah cara saya untuk membantu petani melepas ketergantungan pada cara-cara pengendalian yang kurang ramah lingkungan dan berbahaya seperti racun tikus dan perangkap listrik. Fermentasi urin sapi (ferinsa) plus mudah direplikasi petani dengan tingkat kerumitan rendah, ramah lingkungan, biaya murah dan memberikan dampak luas”, ujar Achmad.
Kepala UPT Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Timur, Irita Rahayu Aryati merasa bangga dan senang atas temuan inovatif salah satu POPT-nya yang bertugas di Kabupaten Gresik tersebut. “Sangat bangga atas temuan inovatif POPT kami Bapak Achmad Soche berupa fermentasi urin sapi yang digunakan sebagai bahan pengendali OPT tikus. Peran POPT sangatlah vital dalam mendampingi petani dalam pengamanan produksi pangan terutama dari potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT”, ungkap Irita.
“Pengembangan pestisida biologi seperti yang dilakukan oleh salah satu POPT merupakan bagian dari peranan strategis kami yaitu sebagai ujung tombak dalam perlindungan tanaman baik Tanaman Pangan maupun Hortikultura yang diakibatkan oleh gangguan OPT dan DPI dengan penerapan teknologi ramah lingkungan (sistem PHT)”, ujar Irita.
Sementara itu, Direktur Perlindungan Tanaman Pangan, Mohammad Takdir Mulyadi mendorong pengembangan pestisida biologi secara masif. “Kementan di bawah komando Syahrul Yasin Limpo memiliki 4 poin kebijakan perlindungan tanaman pangan untuk mendukung sistem budi daya pertanian yang berkelanjutan yaitu pengendalian OPT dilakukan dengan sistem PHT, memprioritaskan teknologi ramah lingkungan melalui pendekatan pengelolaan agroekosistem dan spesifik lokasi, pestisida kimia sintesis merupakan cara terakhir untuk pengendalian OPT dan digunakan secara bijaksana berdasarkan hasil pengamatan OPT, tujuan pengamanan produksi : produksi tinggi, OPT/DPI terkendali, produk berkualitas, pendapatan petani meningkat, lingkungan lestari”, sebut Takdir.
Untuk membantu mendorong pengembangan pestisida biologi di tingkat kelompok tani, kami juga meluncurkan program Pemberdayaan Petani dalam Pemasyarakatan PHT (P4) di 12 provinsi sebanyak 120 unit. Melalui program P4, diharapkan dapat membantu pembelajaran petani terhadap penggunaan bahan pengendali alami spesifik lokasi, serta meningkatkan pengetahuan dan keterampilan petani dalam memperbanyak, mengembangkan dan mengaplikasikan agens pengendali hayati, pestisida nabati, musuh alami, tanaman refugia di wilayahnya sesuai dengan kondisi serangan OPT.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi juga menegaskan dukungannya terhadap praktek-praktek kegiatan pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) berbasis ramah lingkungan sebagai bahan pengendaliannya. “Petani dalam mengendalikan serangan OPT masih mengandalkan pestisida kimia, selanjutnya agar penggunaan bisa sesuai aturan yang tertera dalam kemasan supaya tepat. Penggunaan pestisida harus dilakukan secara bijak dan terukur. Dengan pemakaian yang tepat maka solusi yang diambil petani ini nantinya dapat menyelesaikan masalah dimana adanya serangan OPT setiap musim tanam masih mengancam, dengan tingkat serangan yang bervariasi,” ujarnya.
Untuk itu, Suwandi berharap ada dorongan menemukan teknologi dengan segala inovasi harus terus dikembangkan agar didapat teknologi pengendalian yang tepat guna dan ramah lingkungan sehingga terwujud sistem budi daya pertanian yang berkelanjutan.(ND)