NTB dan Lampung Kini Bisa Produksi Jagung Bahan Industri Pangan
Pilarpertanian - Jagung merupakan salah satu bahan pangan yang mempunyai banyak manfaat bagi tubuh manusia. Salah satu produk hasil industri olahan jagung atau industri jagung pangan yang sudah banyak di konsumsi di masyarakat adalah sweetener atau gula jagung.
Menurut Direktur PPHTP Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Gatut Sumbogodjati, sudah ada dua provinsi yang bisa memasok jagung untuk bahan industri pangan tersebut.
“Nusa Tenggara Barat dan Lampung saat ini sudah bisa memasok jagung untuk bahan industri pangan,” kata Gatut saat dalam webinar bertajuk “Peluang Pengembangan JRA (Jagung Rendah Aflatoksin), Tingkatkan Nilai Tambah Petani” hari Selasa (3/8).
Kelebihan dari usaha budi daya jagung bahan baku industri pangan ini adalah jagung yang dibeli lebih tinggi 10% dari harga beli pabrik pakan ujarnya. Di sisi lain, karena jagung dipanen lebih tua, menjadikan bonggol yang dihasilkan bisa diolah menjadi corncob yang bisa di ekspor.
Lebih tingginya harga beli jagung bahan baku industri pangan didasari atas kompensasi yang ingin diberikan kepada petani dan pelaku usaha paska panen yang sudah bersedia memberikan korbanan sedikit lebih banyak jika dibandingkan dengan perlakuan untuk jagung penggunaan lain.
Di sisi petani, petani harus melakukan budi daya jagung dengan standar budi daya yang baik serta harus melebihkan masa panen lebih tua 10 hari dari jagung biasanya.
Bagi pelaku usaha pasca panen, mereka harus mampu mengeringkan jagung lebih cepat (5 jam sejak panen) serta dengan metoda pengeringan yang tidak mematikan daya kecambahnya.
Namun, menurut Wisman Djaja salah satu pembicara dari PT. Tereos FKS Indonesia, tidak semua jagung bisa digunakan oleh industri pangan.
“Tidak semua jagung bisa digunakan oleh industri pangan, hanya jagung yang mempunyai kandungan aflatoxin rendah (kurang dari 20 ppb) yang bisa digunakan. Persyaratan utama lainnya adalah setelah proses pengeringan selesai, mempunyai daya kecambah minimal 70%,” ujar Wisman.
Sementara itu menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi kebutuhan jagung rendah aflatoxin saat ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. “Tentunya kondisi Indonesia yang saat ini sudah mampu memproduksi lebih dari 20 juta ton jagung setiap tahun harusnya dengan mudah mampu memenuhi kebutuhan tersebut,” terangnya.
“Sesuai arahan Mentan Syahrul Yasin Limpo bahwa saat ini kita tidak hanya bertumpu pada kuantitas saja tapi juga kualitas yang baik. Alhamdulillah kita sudah ada kerjasama dengan Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia (P3JI) untuk menyerap penyediaan jagung rendah aflatoxin ini dan saya yakin kita mampu memenuhinya dari dalam negeri sendiri,” kata Suwandi.(ND)