Gunakan APH, Cabai di Gowa Bebas dari Serangan Antraknosa
Pilarpertanian - Di tengah ancaman El Nino, Kementan meluncurkan berbagai program dan langkah preventif untuk mengantisipasi terjadinya serangan organisme pengganggu tanaman (OPT). Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) menginstruksikan kepada jajaran Kementerian pertanian untuk cepat tanggap menghadapi dampak perubahan iklim.
“Kita tentunya sudah memilih untuk mewakafkan diri kepada bangsa ini. Kita harus selalu berada di samping petani dalam menghadapi seluruh kemungkinan dan ancaman perubahan iklim ekstrem. Ini harus kita hadapi dengan solusi. Negara harus hadir di setiap permasalahan petani,” ujar SYL.
Dengan membangun Klinik Pengendali Hama Terpadu (PHT) yang bertugas memperbanyak Agensia Pengendali Hayati (APH) di seluruh Kabupaten/Kota, Direktorat Jenderal Hortikultura dinilai berhasil mengembangkan terobosan baru menangkal antraknosa atau patek yang seringkali menjadi masalah utama budidaya cabai.
“Serangan antraknosa ini memang seringkali mengganggu produksi cabai. Menghadapi cuaca ekstrem ini, tim satgas perlindungan sudah kami siapkan di lapangan, mereka akan terus berada di sana bersama POPT, mengedukasi petani hingga menemukan solusi,” terang Dirjen Hortikultura, Prihasto Setyanto.
Penerapan PGPR, Trichoderma, dan Pesnab yang dihasilkan di Klinik PHT di daerah, menurut Prihasto terbukti mampu melindungi tanaman cabai petani di Gowa dari serangan penyakit yang merugikan. Petani di Gowa juga turut diajari fungsional POPT ketiga jenis APH tersebut.
“Antraknosa atau patek, yang disebabkan oleh jamur Colletotrichum sp., menjadi salah satu tantangan serius bagi para petani cabai di berbagai wilayah di Indonesia, termasuk Gowa. Penyakit ini dapat menyebabkan kerugian besar dalam produksi dan kualitas buah cabai. Melalui upaya kolaboratif dengan para ahli, Klinik PHT berhasil menciptakan formula yang efektif untuk mengatasi masalah ini,” bebernya.
Direktur Perlindungan Hortikultura, Jekvy Hendra mengaku sangat senang dan mengapresiasi petani Gowa yang telah mewujudkan keberhasilan produksi klinik bantuan Ditjen Hortikultura Kementan. Pasalnya upaya yang dilakukan oleh petani dan fungsional POPT telah menunjukkan kesuksesan luar biasa dalam mengurangi angka serangan antraknosa pada tanaman cabai.
“Dengan penggunaan PGPR, Trichoderma dan Pesnab secara terpadu, petani di Gowa telah melihat dampak positif pada pertumbuhan tanaman, produksi dan kualitas hasil panen mereka. Melalui serangkaian uji coba lapangan yang teliti dan berulang, kinerja kombinasi formula ini terbukti mampu meningkatkan resistensi tanaman cabai terhadap serangan penyakit,” terang Jekvy.
Jekvy menyebutkan, dalam periode uji coba, dilaporkan terdapat peningkatan produksi cabai hingga 30% dan mengurangi angka kerugian akibat antraknosa sebesar 90%. Kesuksesan ini memberikan harapan baru bagi petani cabai di wilayah lain untuk meningkatkan produktivitas dan mengurangi kerugian akibat serangan antraknosa.(PW)