Minta Dukungan Ekonom, Kementan: Jangan Marjinalkan Petani
Pilarpertanian - Kementerian Pertanian (Kementan) meminta para ekonom Indonesia untuk memberikan dukungan dan masukan positif bagi pembangunan pertanian, serta kebijakan anggaran jelang memasuki era pemerintahan baru presiden terpilih Prabowo, banyak ekonom memberikan urun pendapat terhadap kebijakan anggaran pertanian. Tapi banyak pendapat ekonom yang muncul, mengesampingkan kepentingan petani.
“Sebagai negara agraris dengan luas lahan dan petani yang besar, kami meminta jangan marjinalkan petani dalam kebijakan fiskal. Posisikan kepentingan petani sebagai yang utama. Pangan merupakan kebutuhan penting bagi masyarakat, dan petani memiliki peran kunci di situ. Jadi sewajarnya negara hadir untuk petani,” ungkap Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementan Mochammad Arief Cahyono, melalui keterangan pers, Rabu (28/08/2024).
Selanjutnya, Arief mengatakan ekonomi Indonesia pada masa pandemi covid 19 selamat karena sektor pertanian masih tumbuh positif dan berkontribusi besar di tengah sektor lain menurun tajam. Swasembada pangan yang terjadi tiga kali di tahun 2017, 2019 dan 2020 terjadi akibat kebijakan anggaran yang tepat dan memadai.
“Bila saat ini Presiden Terpilih Bapak Prabowo mempunyai perhatian yang besar terhadap pertanian, dan memberi alokasi Rp68 triliun sebagaimana yang disampaikan Pak Mentan, tentu ini adalah angin segar bagi masa depan pertanian,” tegas Arief.
Turunnya produksi beras pada tahun 2023 adalah akibat kian menurunnya anggaran pertanian dan subsidi pupuk. Anggaran APBN tahun 2023 hanya Rp15,2 triliun, dibandingkan 2015 sebesar Rp32,72 triliun. Namun seiring berjalannya waktu anggaran kian berkurang, dan puncaknya 2025 alokasinya hanya Rp7,9 triliun. Sementara itu subsidi pupuk pada tahun 2023 hanya 4,7 juta ton, sementara kebutuhannya 9,55 juta ton agar produksi beras melesat mencapai swasembada pada 2017.
“Tentu kami sangat bahagia Bapak Presiden Jokowi memberikan atensi khusus soal pupuk bersubsidi, dan akhirnya dijaga kuantumnya pada 2024 ini 9,55 juta ton. Tidak mungkin tanaman produksinya optimal tanpa pupuk yang cukup,” tambahnya.
Arief menambahkan pada era Mentan Andi Amran Sulaiman, pemerintah memiliki kebijakan anggaran pertanian berbasis kepentingan petani. Terbukti, komponen anggaran untuk bantuan petani mendapatkan porsi besar. Mentan Amran pun sejak awal kepemimpinannya, disebut melakukan terobosan reorientasi kebijakan penganggaran sektor pertanian yang sangat berpihak kepada petani.
“Pertama anggaran disusun berdasarkan sasaran prioritas pembangunan pertanian, yaitu peningkatan produksi berbasis kesejahteraan petani. Reorientasi penganggaran ini mampu menyinkronkan antara alokasi anggaran dengan sasaran prioritas pencapaian swasembada pangan,” sebut Arief.
Dalam tiga tahun pertama (Oktober 2014 – Oktober 2017) saja, kebijakan reorientasi anggaran ini berdampak terhadap peningkatan infrastruktur pertanian.
“Pembangunan dan rehabilitasi jaringan irigasi tersier seluas 3,4 juta hektare bantuan alat mesin pertanian (alsintan) sebanyak 249.680 unit, bantuan benih untuk areal pertanaman 12,1 juta hektare, serta pembangunan 2.278 unit embung, dam parit, dan long storage untuk pengairan pertanaman,” papar Arief.
Begitu pula pada tahun 2024 ini, refocusing anggaran Kementan untuk kegiatan Penambahan Areal Tanam (PAT) dengan pompanisasi turut memberikan dampak luar biasa bagi produksi beras. Beras Indonesia menurut data proyeksi BPS pada bulan Agustus, September dan Oktober akan surplus lebih dari 1 juta ton dibandingkan tahun sebelumnya.
Kebijakan anggaran pertanian berbasis kesejahteraan petani tersebut akan dilanjutkan oleh Presiden Terpilih Prabowo Subianto, yang akan dilantik pada Oktober nanti. Prabowo disebut akan menyiapkan anggaran sebesar Rp 68 Triliun untuk pertanian.
“Anggaran pertanian yang memadai tentu sebuah keharusan. Pertanian tidak hanya bicara hulu, namun hilirisasi pertanian akan sangat bergantung pada produksi nasional. Sangat rasional komitmen presiden terpilih terhadap petani dan pasti beliau sudah memiliki rencana fiskal untuk mendukung komitmen tersebut,” terang Arief.
Selain mekanisasi dan sarana prasarana pertanian, anggaran tersebut akan digunakan untuk cetak sawah baru dengan memanfaatkan lahan sub optimal. Produksi pangan harus terus diperkuat agar kecukupan pangan dan gizi rakyat Indonesia terpenuhi dengan baik.
“Alih fungsi lahan semakin kuat, karena itu kita butuh lahan baru dan strategi pangan yang baru juga. Tidak mungkin kita berharap hanya pada lahan existing saat ini. Ingat laju pertumbuhan penduduk kita 1,11% dan semua butuh pangan,” tutur Arief.
Menurutnya, Indonesia masih punya lahan yang sangat luas untuk dikembangkan menjadi lahan pertanian, diantaranya di Merauke Papua Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan. Kebijakan anggaran yang berpihak kepada petani, akan memiliki dampak yang positif bagi produktivitas pangan nasional. Keberhasilan peningkatan produksi saat ini diikuti dengan terus membaiknya kesejahteraan petani. Nilai Tukar Petani (NTP) yang kerap dijadikan sebagai indikator kesejahteraan petani turut mengalami tren peningkatan. NTP dari tahun 2015 yang mencapai 101,59 terus bergerak naik hingga pada 2019 mencapai 103,21. Pada data terbaru, NTP Juli 2024 mencapai 119,61.
“Kita harapkan keberlanjutan kebijakan anggaran yang berpihak kepada petani ini akan terus berdampak positif bagi pembangunan pertanian. Petani kita butuh keberpihakan fiskal,” pungkas Arief. (BB)