Peningkatan Produksi Ubi Kayu Di Indonesia

Peningkatan Produksi Ubi Kayu Di Indonesia
Ubi Kayu di Indonesia Merupakan Salah Satu Bahan Pangan Pengganti Beras yang Penting dalam Menopang Ketahanan Pangan Suatu Wilayah.

Pilarpertanian - Kementerian Pertanian dalam rangka menghadapi krisis pangan global rencananya akan melakukan pengembangan 1 juta ha pangan dan pertanian, dimana untuk tanaman pangan meliputi komoditi jagung, kedelai, sorgum, ubi kayu dan porang. Rencana untuk komoditi ubi kayu seluas 100.000 ha di 5 lokasi meliputi Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bangka Belitung. Rencana pembiayaan melalui pendanaan perbankan dan KUR.

Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan pengganti beras yang cukup penting peranannya dalam menopang ketahanan pangan suatu wilayah. Pengembangan ubi kayu sangat penting artinya di dalam upaya penyediaan bahan pangan karbohidrat non beras, diversifikasi atau penganekaragaman konsumsi pangan lokal, pengembangan industri pengolahan hasil dan agroindustri dan sebagai sumber devisa melalui ekspor, serta upaya mendukung peningkatan ketahanan pangan dan kemandirian pangan. Kelebihan lain dari tanaman singkong adalah memiliki kemampuan konversi terbesar dalam mengubah energi matahari menjadi karbohidrat terlarut per satuan luas. Ubi kayu memiliki potensi besar sebagai tanaman penyokong keamanan pangan paling menjanjikan dan dapat tumbuh sepanjang tahun, bahkan di lahan ketersediaan nutrisi rendah dan tahan kekeringan.

Suwandi menambahkan, bahwa berdasarkan data BPS tahun 2019 menunjukkan bahwa terdapat potensi lahan kering seluas 29,35 juta hektar yang terdiri dari lahan tegal/kebun seluas 12,39 juta hektar, ladang/huma seluas 5,19 juta hektar dan lahan sementara tidak diusahakan seluas 11,77 juta hektar. Lahan-lahan tersebut merupakan potensi yang tersedia untuk pengembangan areal budidaya atau usaha tani ubi kayu.

Di Indonesia, sentra produksi singkong tersebar di 8 provinsi. Delapan besar provinsi penghasil singkong ada Lampung, Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Nusa Tenggara Timur dan Sulawesi Selatan. Saat ini kita masih kalah dari Thailand, bahkan dari Nigeria,” katanya. Dimana Indonesia merupakan negara penghasil ubi kayu terbanyak kelima dunia.

Suwandi menambahkan “bahwa di Indonesia trend produksi ubi kayu dalam kurun waktu 5 tahun terakhir cenderung berfluktuatif dan menurun, pada tahun 2017 produksi ubi kayu berada pada angka 19 juta ton dan terus menurun hingga tahun 2021 sebesar 15,7 juta ton. Rerata 5 tahun terakhir produksi ubi kayu berkisar 16,7 juta ton. Penurunan produksi ini dikarenakan penurunan luas pertanaman ubi kayu dimana pada tahun 2017 mencapai 734 ribu ha, pada tahun 2021 mencapai 600 ribu ha. Perkembangan rata-rata impor ubi kayu 5 tahun terakhir mencapai 262,4 juta ton dalam bentuk tapioka, gaplek, chip dan bentuk lainnya, dimana pada tahun 2017 impor mencapai 388,7 juta ton, sedangkan tahun 2021 mengalami penurunan dengan volume 48,5 juta ton,” terang dia.

Selain impor, Indonesia juga melakukan ekspor walaupun tidak terlalu tinggi, dimana rata-rata ekspor ubi kayu 5 tahun terakhir mencapai 86,3 juta ton, ekspor tertinggi pernah dicapai tahun 2021 sebesar 291,6 juta ton. Ekspor ubi kayu tahun 2022 baru mencapai 3.360 Ton dengan nilai USD 2,5 juta ke 22 negara seperti Australia, Bahrain, Belgium, China, Timor Timur, Jerman, Hongkong, Malaysia, Maldives, Belanda, Filipina, Qatar, Arab Saudi, Singapura, Srilanka, Swedia, Taiwan.

Strategi peningkatan produksi ubi kayu : Strategi Peningkatan Produksi bagi daerah yang memiliki produktivitas tinggi diarahkan untuk dimantapkan dan bagi daerah-daerah yang tingkat produktivitasnya masih rendah, dilakukan upaya akselerasi penggunaan benih unggul, pupuk yang berimbang, penerapan teknologi spesifik lokasi,dll. Salah satunya melalui penggunaan varietas unggul dimana beberapa varietas unggul ubi kayu yang mempunyai potensi hasil berkisar 22 – 40 ton/ha bahkan ada yang bisa mencapai 102 ton/ha, misal varietas Darul Hidayah dengan potensi hasil 102 ton/ha serta Vati 2 dengan produktivitas 67 ton/ha. Selain penggunaan varietas unggul, kunci keberhasilan budidaya ubi kayu adalah pada penggunaan pupuk organik sebagai sumber hara dan pembenah tanah agar dapat menunjang perkembangan umbi yang optimal. Dosis rekomendasi dari Balitkabi untuk budidaya ubi kayu adalah sekitar 5 hingga 10 ton pupuk kandang per hektar lahan.

Strategi Perbaikan Faktor Produksi : Perbaikan faktor produksi perlu dilakukan melalui langkah-langkah a) memperbaiki sistem alur perbenihan ubi kayu, b) mendorong pengembangan industri benih, c) meningkatkan pengawasan peredaran benih bermutu dan sosialisasi penggunaan benih bermutu kepada petani dan d) menyempurnakan dan menyusun regulasi harga.

Sterategi Perbaikan Distribusi dan Pemasaran: Perbaikan distribusi dan pemasaran hasil dilakukan melalui upaya a) membangun sistem informasi pasar yang dapat diakses oleh seluruh pemangku kepentingan dan petani ubi kayu, b) penetapan tarif bea masuk impor, c) perbaikan regulasi tataniaga ubi kayu, d) meningkatkan koordinasi dengan Kementerian Perekonomian, Kementerian Perdagangan dan Kementerian terkait lainnya.

Strategi Peningkatan Nilai Tambah dan Daya Saing Peningkatan: nilai tambah dan daya saing antara lain melalui pengembangan produk olahan, kemitraan antara industri olahan dan petani ubi kayu dan promosi. Guna mendukung mutu hasil dan fasilitasi pengolahan ubi kayu perlu perbaikan aspek panen dan pasca panen.

Kebijakan Perbaikan Manajemen Usahatani :
Perbaikan manajemen usahatani bertujuan untuk menjalankan pengelolaan usahatani sehingga diperoleh pendapatan yang maksimal secara terus-menerus. Manajemen usahatani meliputi perencanaan, pengaturan, pelaksanaan dan pengawasan. Guna mendukung perbaikan manajemen usahatani perlu diikuti juga melalui perbaikan penelitian dan pengembangan seperti meningkatkan diseminasi dan sistem alih teknologi dan berkelanjutan, melaksanakan penelitian secara konsisten dan berkelanjutan.

Melihat potensi pemanfaatan ubi kayu tersebut serta kondisi pengembangan ubi kayu yang belum optimal, maka saat ini merupakan momentum yang tepat untuk digalakkannya kembali pengembangan ubi kayu guna mengatasi serta pencegahan krisis pangan di Indonesia agar tidak hanya bergantung pada produk tepung gandum yang suplainya mulai terganggu. Karena itu Suwandi berharap, “pemerintah daerah bisa mengupayakan potensi yang sangat besar tersebut,” pungkas nya.

Impor gandum Indonesia selama 10 tahun terakhir tercatat terus meningkat, tahun 2012 Indonesia hanya mengimpor 4,4 juta ton gandum sedangkan tahun 2021 gandum yang didatangkan ke Indonesia mencapai 8,4 juta ton. Terlebih lagi dengan adanya perang Rusia dan Ukraina membuat pasokan gandum sebagai bahan baku pembuatan mie, roti dan biskuit menjadi lebih terbatas pasokannya, oleh karena itu pemanfaatan produk tepung turunan ubi kayu dapat ditingkatkan untuk mengatasi kekurangan suplai tepung gandum di Indonesia.(BB)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan