Sistem Sumur Submersible Swadaya di Ngawi Efektif dan Patut Dicontoh
Pilarpertanian - Kementerian Pertanian (Kementan) melalui Ditjen Tanaman Pangan melakukan kunjungan lapang ke dua titik lahan pertanian di Kabupaten Ngawi, yakni Keltan Lodok Sari Desa Mantingan, Kecamatan Mantingan, dan di lahan tadah hujan Kecamatan Karanganyar Kabupaten Ngawi, Jawa Timur.
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Kementan, Suwandi mengatakan, berdasarkan arahan Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, produksi pangan petani harus terus dijadikan prioritas untuk berkontribusi pada pemenuhan pangan nasional.
“Arahan Pak Mentan, kita harus fokus pada pengembangan pertanian yang dikelola masyarakat tani untuk memenuhi kebutuhan pangan beras di wilayah dan nasional,” kata Suwandi.
Dalam kunjungannya di Ngawi, Suwandi mengapresiasi kerja swadaya para petani untuk gotong royong dalam pemenuhan kebutuhan air untuk proses produksi padi.
“Di sini, masalah air tidak menjadi kendala, karena mayoritas petani menggunakan sumur submersible yang dibuat secara swadaya,” papar dia.
Menurut Suwandi, petani Ngawi harus menjadi percontohan yang baik untuk petani lainnya di Indonesia. Sebab, gotong royong yang dilakukan cukup berdampak untuk keberlangsungan pertanian mereka.
“Ngawi bisa dijadikan contoh untuk wilayah lainnya, dengan perilaku petani yang masih memegang erat gotong royong dan swadaya masyarakat untuk menggunakan sumur submersible dan listik yang sudah masuk ke sawah,” papar dia.
Sehingga bisa menghasilkan produksi yang bagus karena di Ngawi sudah melakukan tanam sampai 3 kali atau IP 300.
Suwandi mencatat, di dua lokasi tersebut terdapat 100 hektare sawah padi yang sudah berhasil memanen tiga kali dalam setahun dengan varietas inpari 32 dengan harga gabah Rp 7.100.
“Untuk luas panen hamparan tadah hujan sekitar 4.000 hektare ini mengandalkan sumur submersible. Kedalaman sumur submersible sekitar 40-50 meter dan pompa 2,5 PK. Karena sistem pertaniannya sudah berjalan baik, air sumur tersedia sepanjang waktu, setelah panen mereka langsung tanam kembali,” jelas dia.
Suwandi juga mencatat, untuk memasok air di lahan 1-2 hektar butuh membangun sumur submersible yakni Rp20 juta untuk menambah efektivitas petani dengan listrik 1.300 watt dengan biaya listrik 600 ribu sehektar permusim.
“Itu bisa melayani sebanyak 2 hektare secara bergilir dengan kedalaman sumur 45 meter dan pompa dipasang di kedalaman 20 meter,” papar dia.
Selain itu, dengan penggunaan sumur submersible itu akan memudahkan para petani dan mengurangi biaya lainnya daripada pompanisasi dari Sungai Bengawan Solo.
“Kalau dihitung, ambil air dari Sungai Bengawan Solo dengan sumur submersible itu lebih murah pakai sumur submersible,” pungkas Suwandi.(ND)