Tak Hanya Memperbanyak Produksi, Peneliti ITB Sebut Biosaka Lebih Hemat Biaya
Pilarpertanian - Para relawan dan petani berbiosaka terus berupaya membuat Biosaka secara berkualitas sebagai elisitor untuk meningkatkan performa tanaman, sehingga mampu berproduksi lebih baik, serta menekan biaya produksi.
Elisitor Biosaka sendiri merupakan inovasi yang lahir dari petani dan menjadi komoditas viral di kalangan petani Indonesia. Dengan bahan dasar pembuat yang mudah didapat, yakni dari rerumputan dan dedaunan di sekitar, elisitor Biosaka dengan cepat menjadi inovasi yang menyebar dari satu petani ke petani lainnya.
Prof. Robert Manurung menjelaskan bagaimana elisitor Biosaka berpengaruh nyata pada pengukuran parameter tinggi tanaman, jumlah daun, diameter buah, umur panen, berat buah, susut bobot buah hingga volume atau berat biomassa akar yang jauh lebih besar dibandingkan tanpa perlakuan Biosaka.
”Ini membuktikan bahwa elisitor Biosaka memberikan respon positif terhadap pertumbuhan tanaman dalam merespon lingkungan. Dengan Biosaka, hasil bobot panen lebih tinggi sehingga dimungkinkan memperbanyak produksi, tapi yang utama menaikkan kualitas dan mengurangi biaya produksi secara signifikan.” jelas Prof. Manurung. ”Selain itu, pengurangan input eksternal sintetik akan meningkatkan kesehatan tanah,” tambahnya.
Anshar penggagas Biosaka menuturkan, elisitor Biosaka sangat terbuka untuk pengujian-pengujian empiris, namun fakta di lapangan yang dirasakan petani setelah memanfaatkan Biosaka tentu tidak dapat dikesampingkan.
Anshar menyebut, ribuan petani sudah merasakan manfaatnya. Beberapa pengujian atau penelitian pun telah dilakukan untuk membuktikan pengaruh Biosaka pada pertumbuhan tanaman.
Salah satunya yang dilakukan oleh mahasiswa Institut Teknologi Bandung (ITB), Azkia Fathimah dan Imelda Magnalena yang meneliti bagaimana pengaruh Elisitor Biosaka pada tanaman melon di Kabupaten Biltar, di bawah bimbingan Prof. Robert Manurung.
Kajian tentang Biosaka juga mengemuka pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) di Bogor, Kamis (15/6/2023), yang dihadiri oleh Direktur Serelia, Direktur Perbenihan, Dekan Fakultas Pertanian UNS Prof. Samhudi, Prof. Pantjar Simatupang, Prof. Hasil Sembiring, Prof. Bustanul Arifin, Prof. Rachmat Pambudy, Prof. Aris Purwanto, Prof. Rizaldi Boer, Prof Satriyas Ilyas, Dr. Syarkawi Rauf dan Ir. Entang Sastraatmadja.
Prof. Hasil Sembiring menyatakan penelitian yang dilakukan ITB menjadi tambahan informasi yang bagus tentang Biosaka. Kajian-kajian terukur tentang Biosaka dengan menggunakan pendekatan rancangan ilmiah (experimental design) untuk melihat pengaruhnya harus diperbanyak untuk memberikan kesimpulan yang solid tentang kegunaan Biosaka pada tanaman.
Sementara itu, Prof. Pantjar menyatakan, Prof. Manurung memberikan penjelasan ilmiah bahwa Biosaka berbeda dari teknologi konvensional, filsafat ilmunya berbeda. Pembuatan Biosaka dipengaruhi oleh suasana hati dan niat atau spiritualitas, sementara teknologi konvensional tidak memperhatikan aspek spiritual. ”Landasan ilmiah Biosaka itu disebut Biology of Belief, pemikiran baru sehingga wajar kalau masyarakat luas masih meminta penjelasan ilmiah maupun teknis” ungkapnya.
”Jangan sampai Biosaka menjadi seperti fenomena sesaat saja, kalo bagus akan terus digunakan,” tambahnya.
Langkah Hadapi El Nino
Tak hanya itu, pada pertemuan yang sama dibahas pula tentang langkah-langkah menghadapi El-Nino 2023. Prof. Rizaldi Boer menyatakan bahwa Fenomena El-Nino saat ini sudah terjadi dan akan meningkatkan ancaman kekeringan sangat tinggi di periode bulan Juni – Oktober pada wilayah sentra produksi padi. Namun dengan memperhatikan fenomena ENSO dan IOD saat ini, siklus El Nino akan melemah mulai bulan November dan akan kembali normal pada bulan Desember (CCROM, 2023).
Direktur Serealia Kementan, Ismail Wahab menjelaskan, mitigasi wilayah rawan kekeringan pada periode Juni-Oktober 2023 dilakukan dengan mendorong percepatan tanam, penggunaan varietas super genjah dan toleran kekeringan, serta memastikan ketersediaan air melalui pompanisasi, embung dan biostorage. Kementan juga mendorong agar wilayah sawah di lahan rawa dapat segera ditanami.
”Saat El Nino biasanya muka air rawa cenderung menurun, sehingga akan bisa ditanami padi” pungkas Ismail.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyampaikan bahwa perlu mengambil langkah extra ordinary dalam menghadapi El Nino dengan konsep pertanian presisi, ramah lingkungan, efisiensi biaya input melalui pemanfaatan elisitor Biosaka, pupuk organik, pupuk hayati, pestisida hayati, Plant Growth Promoting Rhizobacter (PGPR) dan lainnya.
Sesuai dengan arahan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalan menghadapi El Nino atau kemarau panjang agar produksi dan ketersediaan komoditas pokok tetap terjaga.(PW)