Genjot Produksi Padi-Jagung, Cara Kementan Hadapi Ancaman El Nino
Pilarpertanian - Ancaman krisis pangan global dan perubahan iklim ekstrem El Nino yang belum usai, membuat Kementerian Pertanian (Kementan) tak pernah berhenti berupaya untuk menjaga ketahanan pangan. Salah satunya dengan menggenjot produksi pangan, khususnya padi dan jagung.
Menteri Pertanian Amran Sulaiman pada berbagai kesempatan menyampaikan pentingnya meningkatkan produksi padi dan jagung.
“Kita fokus dalam peningkatan program padi dan jagung ini adalah untuk mencapai swasembada dan mengurangi impor,” tuturnya.
Menindaklanjuti hal tersebut, Kementerian Pertanian (Kementan) menggelar Bertani On Cloud (BOC) Volume 247 dengan mengangkat tema Kesiapan SDM Pertanian mendukung peningkatan produksi padi dan jagung. Acara talkshow yang digelar di Lido, Jawa Barat, pada Kamis (28/12/2023) merupakan rangkaian Apresiasi SDM Pertanian 2023.
Tampil sebagai narasumber, Sekretaris Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP) Siti Munifah, Ketua Perhiptani Jawa Barat Dudy S Tafajani, Ketua KTNA Jawa Barat H. Otong Wiratna dan Ketua P4S Agro Spora Dedi Mulyadi.
Sementara Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi, menilai peran penting untuk meningkatkan dua komoditas tersebut berada di penyuluh.
“SDM pertanian harus mendongkrak produktivitas pertanian, dan tugas penting penyuluh untuk mendampingi petani dalam penyediaan pangan,” katanya.
Sekretaris BPPSDMP, Siti Munifah, mengatakan perubahan iklim global dan dampak perang Rusia Ukraina yang menyebabkan kelangkaan pupuk, mengakibatkan penurunan produksi pangan dan meningkatkan nilai impor kita, untuk itu peningkatan produksi padi dan jagung merupakan solusi penyediaan pangan bagi 278 juta penduduk Indonesia.
“Menjawab tantangan hal tersebut, program kerja dari Kementan seperti yang telah ditetapkan oleh Mentan Amran Sulaiman adalah meningkatkan produksi padi dan jagung. Fokus program dalam meningkatkan produksi sekaligus mengulang sukses swasembada pangan,” katanya.
Untuk itu, Siti Munifah meminta semua insan pertanian harus aktif bekerja keras. “Utamanya penyuluh sebagai garda terdepan mendampingi petani di lapangan. Kami tidak bisa bekerja sendiri, perlu dukungan semua pihak dalam hal ini Perhiptani, KTNA termasuk P4S untuk bahu membahu mensukseskan program pemerintah,” katanya.
Ia menambahkan, saat ini Kementan menggandeng TNI dengan untuk membantu penyuluh di lapangan, jumlah penyuluh saat ini 38.800 dengan jumlah desa 83.000 yang harus didampingi.
“Dengan kekurangan personil tersebut harus dibantu oleh aparat negara yang paling dekat dengan masyarakat yaitu Babinsa yang rantai komandonya ada di TNI, diharapkan peran babinsa dalam proses percepatan tanam dan olah tanam,” katanya.
Tidak hanya penyuluh, peran generasi muda dalam hal ini mahasiswa Polbangtan dan PEPI untuk turut aktif terjun ke lapangan dalam program magang, sekaligus mempraktekkan ilmu yang mereka dapat selama masa perkuliahan.
“Apa yang kita bahas di event ini menjadi penting, mengingat yang hadir sebagai narasumber merupakan perwakilan dari semua yang terlibat dalam peningkatan produksi,” katanya.
Ketua KTNA Jawa Barat, H. Otong Wiratna, menjelaskan jika KTNA merupakan bagian dari pelaku pembangunan pertanian, sudah sejak lama hadir dan bersinergi dalam mendukung program pemerintah khususnya Kementan.
“Terbaru kolaborasi Kementan dan KTNA khusus di Jawa Barat, adalah dalam upaya mendukung program pemerintah dalam mencapai target peningkatan produksi padi dan jagung,” ujarnya.
Ia menambahkan, isu pertanian saat ini adalah sumber daya manusia, regenerasi petani dan modernisasi pertanian.
“Untuk petani muda masih banyak yang hanya tertarik menekuni bidang hortikultura baik buah maupun sayuran. Untuk tanaman pangan masih didominasi oleh petani usia senja. Dan yang menjadi PR bersama bagaimana meningkatkan minat petani muda untuk terjun ke bidang tanaman pangan, untuk itu modernisasi pertanian menjadi jawaban sekaligus mematahkan mitos pertanian itu kotor dan tidak terjamah sentuhan teknologi,” ujarnya.
Mengenai peningkatan produksi, menurutnya hal itu tidak lepas dari peran sumber daya manusia, tidak hanya petani dan penyuluh, keterlibatan Babinsa tapi juga penyuluh swadaya perlu lebih diberdayakan.
“Target Jawa Barat meningkatkan produksi dari 5,7 menjadi 6,3 Ton atau 0,06 Ton/HA dengan rata-rata tanam di Jawa Barat 1,6 juta itu sudah 800 ton, memang tidak mudah tapi dengan kerja sama dengan berbagai pihak semua dapat tercapai,” urainya.
Otong mengatakan, dukungan teknologi alat pertanian seperti combine harvester dan power thresher berdampak signifikan dalam menekan biaya produksi dan mengurangi losses, ini yang harus dilakukan oleh semua petani.
“Kolaborasi menjadi kata kunci, kata yang mudah diucapkan namun di lapangan perlu kerja keras untuk mewujudkannya,” jelasnya.
Ketua Perhiptani Jawa Barat, Dudy S Tafajani, mengatakan strategi penyuluh dalam menghadapi El Nino, yang merupakan siklus perubahan iklim yang rutin dihadapi, dengan memantau perkembangan lewat BMKG, kemudian dilakukan mitigasi.
“Tugas penyuluh adalah mendiseminasikan informasi mitigasi iklim tersebut kepada petani. Di lapangan kita dihadapkan dengan berbagai macam reaksi dari petani, ada yang langsung menerima dan sudah mengantisipasinya ada juga yang resisten,” katanya.
Ia menegaskan, tugas penyuluh hanya menyampaikan, dan mencarikan solusi bagi para petani yang mengalami kesulitan di lapangan.
“Tugas penyuluh menjadi lebih berat dengan adanya dampak El Nino, namun kami selalu siap untuk mendukung program Kementan. Jawa Barat saat ini ada 3600 an jumlah penyuluh yang terdiri dari ASN, P3K, THL TBPP, THL Daerah dan Penyuluh Swadaya,” katanya.
Ketua P4S Agro Spora, Dedi Mulyadi, petani muda yang bergerak dibidang tanaman pangan khususnya organik, menjelaskan saat selesai kuliah dan kembali ke desa, pada 2012 ia melihat potensi untuk mengembangkan pertanian organik di daerah Subang.
“Untuk meningkatkan pendapatan petani pilihannya ada dua yaitu meningkatkan produksi atau menurunkan biaya produksi. Dalam penurunan biaya produksi banyak cara seperti penggunaan pupuk organik, penggunaan agen hayati dan lainnya,” kata dia.
Ia menjelaskan jika ketertarikannya pada bidang tanaman pangan karena keluarga saya adalah keluarga petani.
“Perlu proses konversi selama dua tahun dari pertanian lokal menjadi pertanian berbasis organik di mana selama masa tersebut bagaimana memasukkan sebanyak mungkin bahan organik ke areal pertanaman baik di kebun dan persawahan. Kemudian proses bagaimana mengembalikan kesuburan tanah di sini peran penyuluh dalam mendampingi kita menjadi penting,” imbuhnya.
Dengan adanya sinergi dan peran aktif dari berbagai pihak, Kementan yakin peningkatan produktivitas dan produksi di sektor pertanian akan meningkat.(ES/BB)