Hasilkan Jagung Rendah Aflatoksin, Petani Jagung NTB Siap Penuhi Industri Pangan dan Ekspor
Pilarpertanian - Jagung merupakan salah satu jenis komoditi pertanian tanaman pangan di Indonesia yang menempati urutan kedua terbesar setelah padi. Jumlah produksi jagung di Indonesia setiap tahun kurang lebih 22 juta ton dengan penggunaan lebih dari 70% produksi digunakan untuk kebutuhan bahan baku industri pakan ternak terutama unggas baik berupa ayam pedaging maupun ayam petelur.
Selain sebagai sumber bahan baku industri pakan ternak, jagung juga digunakan sebagai bahan baku industri pangan dengan syarat mempunyai kadar aflatoksin dibawah 20 ppb.
Baca juga: Kenali Aflatoksin, Senyawa Beracun pada Produk Pertanian
Akan tetapi, pemenuhan jagung untuk industri pangan ini masih sangat tergantung dari luar negeri. Menjawab tantangan tersebut, dengan dimotori oleh Koperasi Dinamika Nusa Agribisnis (DNA) di Lombok Timur, akhirnya mampu merintis produksi jagung rendah aflatoksin yang selama ini tergantung dari luar negeri.
Koperasi ini telah bekerjasama dengan Dinas Pertanian Provinsi Nusa Tenggara Barat dan pihak swasta berupaya memperbesar produksi jagung rendah aflatoksin. Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Provinsi NTB, Husnul Fauzi mengatakan kualitas jagung dihasilkan Koperasi DNA di Desa Pringgabaya Utara, Kecamatan Pringgabaya, dapat dipertahankan.
Menurut Husnul, cikal bakal produksi jagung rendah aflatoksin di Nusa Tenggara Barat sudah dilakukan sejak tahun 2019 dan mampu menghasilkan rata-rata 20 ton jagung rendah aflatoksin yang digunakan oleh perusahaan penghasil susu sapi segar.
Baca juga: Dukung Program Kementan, PT Miwon Gandeng Pengusaha Jagung Rendah Aflatoksin Nasional
“Direncanakan produksi jagung rendah aflatoksin pada tahun 2020 akan lebih besar dengan target produksi sebesar 20.000 ton,” demikian kata Husnul di kantornya, Mataram, Senin (3/8/2020).
Dean Novel, pengusaha muda dari PT. Datu Nusa Agribisnis menyebut ia mulai mengembangkan tanaman jagung 200 hektare di kebun inti sekitar Lombok, Nusa Tenggara Barat. Kemudian membangun kemitraan dengan 7.200 kepala keluarga petani jagung melalui Koperasi DNA, dengan luasan tanaman jagung 7.000 hektare, kebun plasma.
Mulanya, Dean fokus bisnis jagung pipilan untuk pakan ternak dengan perlakuan stok gudang, akhirnya Dean mengembangkan produksi jagung khusus subtitusi impor, berupa jagung rendah aflatoksin. Disamping hasil utama berupa jagung, juga diperoleh limbah berupa tongkol jagung yang dijadikan Corncobs Meal dengan volume antara 200 hingga 300 kilogram dari setiap ton jagung pipilan basah.
Peluang pasar ekspor tongkol jagung berasal dari Korea Selatan, disana tongkol jagung yang sudah berbentuk Corncobs Meal digunakan sebagai media tanam budidaya jamur.
Baca juga: NTB dan Lampung Kini Bisa Produksi Jagung Bahan Industri Pangan
“Corncobs Meal terlihat sederhana, tapi membuatnya tidak mudah, khususnya untuk memenuhi spesifikasi ekspor ke Korea Selatan. Selama ini hanya Tiongkok dan Vietnam yang memasok kebutuhan Corncobs Meal, dari Indonesia hanya PT. Datu Nusa Agribisnis (DNA),” sambung Dean.
Saat ini, kata Dean, pihaknya melakukan ekspor 200 hingga 400 ton dalam sebulan. “Rata-rata 300 ton, setiap bulannya dengan harga 135,00 USD per metrik ton, semua dipasok dari Lombok, hingga saat ini buyer dari Korea, puas memakai produksi kami,” tambah Dean.
Untuk meningkatkan kapasitas usahanya, Dean juga melakukan kerjasama dengan berbagai pelaku usaha diantaranya perbankan yang menyediakan kredit murah dari program kredit usaha rakyat, pabrik benih dan obat-obatan jagung. “PT DNA menjadi offtakernya,” sebut Dean.
Sementara itu, terkait jagung rendah aflatoksin, Direktur Pemasaran Tanaman Pangan, Gatut Sumbogodjati mengatakan, selain memperhatikan kandungan air pada produksi jagung petani, kadar aflatoksin yang mencapai minimal 20 ppb dapat menambah nilai jual produk jagung petani.
Baca juga: Program Kementan Korporasi Benih Jagung Mampu Memberdayakan Petani
Hal ini dibutuhkan untuk membuat pakan ternak sehat yang dibutuhkan oleh industri. Langkah menggalakkan produksi jagung rendah aflatoksin di dalam negeri juga untuk menekan impor jagung, dimana komoditas jenis ini sebelumnya lebih banyak didatangkan dari luar negeri oleh sektor industri.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyebut, sesuai arahan Mentan Syahrul Yasin Limpo bahwa pertanian harus terus bergerak mendorong produksi yang cukup dan berkualitas. Peningkatan produksi selain untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, juga guna mengurangi impor atau meningkatkan volume ekspor.
“Saya semakin yakin Indonesia memiliki potensi untuk memproduksi Jagung Rendah Aflatoksin sebagai substitusi impor jagung untuk kebutuhan khusus sekaligus menghasilkan Corncobs Meal yang dapat diekspor,” jelas Suwandi.(BB)