Kementan Bantu Petani Agar Sukses Kelola Alsintan Pengolahan Kedelai
Pilarpertanian - Kementan melalui Direktorat Jenderal Tanaman Pangan terus berkomitmen mengembangkan komoditas kedelai. Selain produksi hilirisasi juga perlu disosialisasikan kepada para petani guna menaikkan nilai tambah, seperti halnya kedelai yang sudah diproduksi di daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat serta beberapa daerah di luar Jawa, petani mulai berinovasi mengolah kedelai menjadi berbagai macam olahan.
Menurut Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi, kedelai merupakan komoditi yang memiliki protein nabati yang tinggi, sehingga sangat cocok untuk menjadi bahan pangan. Selain itu, kedelai bisa diolah menjadi beragam olahan pangan, ia juga mengungkapkan bahwa Kementan terus berkomitmen mendorong pengembangan kedelai baik dari hulu hingga hilir.
“Hilirisasi kedelai menjadi sangat penting selain bisa diolah menjadi berbagai olahan, nantinya bisa menambah penghasilan petani, jadi saya berharap petani bisa mengolah sendiri. Sebagai contoh, tidak hanya diolah menjadi susu kedelai, tetapi berbagai macam produk seperti di Grobogan ada rumah kedelai, di Jogjakarta ada kuliner untuk vegetarian, ada tempe rasa ayam, tempe rasa daging, tempe rasa jamur dan lain sebagainya, ini bisa menjadi peluang bagi para petani,” ujar Suwandi.
Sementara itu, Batara Siagian, Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan mengatakan dalam pengolahan kedelai harus memahami mutu dari kedelai sesuai dengan SNI 3922-2022. Beberapa karakteristik yang dipahami, misalnya untuk tahu kedelai tidak perlu yang kelas premium atau medium karena akan dihancurkan. Ia juga menjelaskan pengolahan alsintan merupakan bagian dari penerapan Good Manufacturing Practice (GMP) seluruh produk yang dihasilkan ini wajib memenuhi standar yang ada dengan tingkat perbedaan yang rendah.
“Alsintan yang digunakan dalam proses pengolahan harus dibuat memenuhi standar baik teknik, mutu dan higienis, seperti bersifat tidak toksik, tahan karat, kuat, tidak menyerap air, tidak mengelupas, mudah dipelihara, dibersihkan dan dilakukan sanitasi,” jelas Batara.
“Alsintan pengolahan kedelai harus berbasis food grade yang mengacu pada jenis material yang digunakan pada suatu produk, harus tidak beracun, aman untuk makanan, tidak mengubah rasa dan kualitas makanan, dan tidak menyebabkan gangguan kesehatan. Mengacu food safe berarti peralatan tersebut selain aman untuk makanan, juga cocok digunakan untuk kebutuhan lainnya,” Batara menambahkan.
Batara juga mengungkapkan bahwa Direktorat PPHTP akan melakukan terobosan dibidang hilirisasi salah satunya merapikan etalase dari bantuan pemerintah terkait dengan unit pengolahan hasil. Mengamankan food grade pada fasilitas pemerintah. Bantuan pemerintah unit pengolahan hasil kedelai lokal. Unit pengolahan dapat menghasilkan variasi produk, baik pangan dan non pangan yang zero waste.
“Manfaat dari sarana unit pengolahan hasil adalah meningkatkan kapasitas produksi dan kualitas hasil produksi, mempercepat waktu produksi, tidak membutuhkan tempat yang luas dan menghemat biaya operasional,” lanjutnya.
Sebagai informasi, ada sebanyak 29 produk turunan tempe, baik yang difermentasi maupun tidak difermentasi. Biji kedelai yang difermentasi: tempe, kecap, dan tauco, sedangkan yang tidak difermentasi: tahu, susu, nuget, minyak kedelai. Untuk pangan : minyak goreng, margarin, mentega putih, salad, minyak kedelai. Untuk teknik industri : wetting agent, pelarut, pengemulsi, penstabil. bungkil untuk pakan ternak. Lesitin dan konsentrat. Protein untuk Pangan : yoghurt, es krim, makanan bayi, kembang gula. Untuk Farmasi : obat-obatan dan kecantikan. (BB)