Kementan Dukung Pengembangan Integrated Urban Farming di Wilayah Perkotaan

Kementan Dukung Pengembangan Integrated Urban Farming di Wilayah Perkotaan
Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi Saat Mengikuti Kegiatan Bimbingan Teknis dan Propaktani di DKI Jakarta.

Pilarpertanian - Integrated Urban Farming atau Pertanian Perkotaan Terpadu merupakan suatu sistem gabungan antara kegiatan pertanian, peternakan, perikanan dan unsur pengelolaan sampah di wilayah perkotaan. Hal tersebut terungkap dalam Bimtek Propaktani Episode 1012 berjudul “Integrated Urban Farming di Kota Jakarta” (Kamis/21-09-2023).

Direktur Jenderal Tanaman Pangan Suwandi dalam keynote speech-nya menyampaikan pentingnya memberikan contoh nyata praktek integrated urban farming, salah satunya di Kota Jakarta. “Agar diperagakan contoh-contoh integrated urban farming yang memanfaatkan lahan terbatas di wilayah perkotaan. Konsep integrated urban farming di Kota Jakarta agar dapat ditiru di kota-kota lainnya. Lahan terbatas dijadikan pertanian susun, terpadu dengan kombinasi tanaman pangan, tanaman hortikultura (sayuran dan buah), perkebunan dan peternakan”, sebut Suwandi.

“Serta mengarah pada konsep zero waste. Integrated urban farming dan zero waste merupakan satu kesatuan dalam rangka mewujudkan pertanian ramah lingkungan, memberikan solusi pengelolaan kawasan lahan, efisiensi biaya dan merupakan wujud dari pola pertanian berkelanjutan. Beberapa contoh integrated urban farming di kota Jakarta ada di kawasan agro dekat Ragunan, di rooftop perhotelan, perumahan-perumahan warga, bahkan di kantor kami Ditjen Tanaman Pangan dan Kementerian Pertanian ada hidroponik sayuran untuk karyawan”, jelas Suwandi.

Prof. Hadi Susilo Arifin selaku Dosen Lanskap Pertanian, IPB University menjelaskan, “Praktek urban farming sudah mulai berkembang sejak tahun 1960-an. Urban farming sangat erat kaitannya dengan tujuan dari SDGs (Sustainable Development Goals). Dengan mengelola urban farming dapat mengurangi kantong-kantong kemiskinan terutama di perkotaan (tanpa kemiskinan), mengurangi jumlah populasi manusia yang kekurangan makanan (tanpa kelaparan), membentuk masyarakat perkotaan yang berkelanjutan (sustainable cities and communities), serta diharapkan dapat menjadi langkah mitigasi dan adaptasi dari perubahan iklim (climate action)”, ujar Prof. Hadi.

Prof. Sylviana Murni selaku Ketua Dewan Pembina Perhimpunan Agronomi Indonesia (Peragi) DKI Jakarta mengungkapkan praktek urban farming di Kota Jakarta. “Lahan pertanian di DKI Jakarta hampir seluruhnya adalah lahan milik swasta yang belum dibangun oleh pemiliknya yang dipergunakan oleh warga untuk bertani. Bentuk pertanian yang dikembangkan adalah pertanian berbasis ruang, yang artinya adalah pertanian yang menggunakan ruang apapun yang memungkinkan untuk pertanian misalnya gang/jalan, dinding, bangunan dan ruang-ruang lainnya yang memungkinkan. Teknologi pertanian yang digunakan umumnya adalah hidroponik”, ungkap Prof. Sylviana.

Suharini Eliawati yang merupakan Kepala Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian Provinsi DKI Jakarta menyebutkan sejumlah manfaat integrated urban farming di Kota Jakarta. “Terdapat sejumlah manfaat dengan adanya pertanian urban di perkotaan seperti di Jakarta, antara lain lebih efisien dan efektif meningkatkan hasil produksi dan menekan biaya produksi, mempertahankan keanekaragaman hayati di lingkungan perkotaan, meningkatkan produktivitas lahan yang terbatas, pelaku pertanian perkotaan memiliki beragam sumber penghasilan, mengurangi ketergantungan pada input eksternal, dan menjaga keseimbangan biologis sehingga mengurangi serangan hama dan penyakit”, sebut Suharini.(BB)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan