Korporasi Petani Dorong Petani Kuasai Hulu ke Hilir

Korporasi Petani Dorong Petani Kuasai Hulu ke Hilir
Foto : Kepala BPPSDMP, Dedi Nursyamsi (duduk ke-2 kiri) bersama Kadistan Jabar, Dadan Hidayat dan Kadistan Ciamis, S Budi Wibowo serta Kapusluh, Leli Nuryati

Pilarpertanian - Petani abad 21 di era digital 4.0, kolonial maupun milenial, seharusnya tidak lagi berpikir “tanam, petik lalu jual” maka bentuklah korporasi. Dukung dengan inovasi dan mekanisasi, agar menguasai pertanian dari hulu ke hilir sebagai bisnis bukan sekadar bertani.

“Bukan lagi jamannya petani bekerja dan berusaha tani sendiri-sendiri. Harus berjamaah. Awali dari kelompok-kelompok tani untuk membentuk korporasi petani. Saham korporasi dari petani,” kata Kepala BPPSDMP Kementan, Dedi Nursyamsi di Ciamis, Jabar pada Sabtu (17/10).

Di hadapan sejumlah penyuluh dan petani Ciamis di Kecamatan Pamarican maupun Sindangkasih, Dedi Nursyamsi mendorong petani mengubah semangat dan etos kerja, dari sekadar bertani menjadi pengusaha.

Menurutnya, para penyuluh di Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) Pamarican dan BPP Sindang Kasih, pelaksana digitalisasi pertanian Komando Strategis Pembangunan Pertanian (KostraTani) berperan mendampingi dan mengawal hadirnya petani maju, mandiri dan modern.

“Pertanian terbukti bertahan di tengah pandemi Covid-19. Pertanian tumbuh 16,24%. Begitu pula ekspor produk pertanian, kontribusinya positif bagi perekonomian nasional,” kata Dedi Nursyamsi.

Padahal, katanya, anggaran APBN 2020 untuk pertanian dipangkas hingga 2/3, berdampak pada alokasi Dana Dekonsentrasi (Dekon) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) untuk BPP pun susut dari Rp1,4 triliun jadi Rp150 miliar.

“Kadistan Ciamis tadi mengaku padahal sudah siap rehab dan bangun BPP, tapi ditunda karena Covid-19,” katanya.

Dedi Nursyamsi selaku Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian – Kementerian Pertanian RI (BPPSDMP) hadir di Ciamis bersama Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Jawa Barat, Dadan Hidayat; Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ciamis, S Budi Wibowo; dan Kepala Pusat Penyuluhan Pertanian (Pusluhtan BPPSDMP), Leli Nuryati.

“Pertanian tetap tumbuh karena semangat petani dan penyuluh bahu-membahu di lapangan. Tidak berlaku WFH (work from home) di lapangan, Sinar matahari malah menyehatkan untuk menangkal Corona,” katanya.

Dedi merujuk sukses Kelompok Wanita Tani (KWT) di Kabupaten Lampung Tengah. Ada sembilan Pasar KWT pada sembilan dari 11 kecamatan, yang dibangun bupati. “Penggerak KWT, penyuluh honorer THL-TBPP, sampai saat ini belum diangkat jadi PNS tapi tetap berprestasi.”

Dia pun mengutip arahan Menteri Pertanian RI, Syahrul Yasin Limpo seperti diinstruksikan Presiden RI, Joko Widodo bahwa pertanian Indonesia ke depan harus berbasis korporasi selaku korporasi petani yang dikelola dengan manajemen profesional.

“Petani tidak lagi sendiri-sendiri. Korporasi petani yang akan menjaga setiap anggota mendapat laba yang sama. Bilamana merugi, risikonya dibagi ke seluruh pemegang saham, sehingga kerugian tidak terasa,” katanya seperti dilansir dari keterangan tertulis Pusluhtan BPPSDMP.

Menurutnya, masalah utama petani kita adalah sekadar bertani dan bekerja. Tanpa orientasi laba. Akibatnya, anak petani enggan turun ke sawah, karena melihat bapaknya sudah bekerja keras di sawah berbulan-bulan, tapi hanya cukup untuk makan.

Dedi Nursyamsi mengajak petani Ciamis dan di seluruh Indonesia jangan lagi menjual hasil panen mentahan. Proses dahulu menjadi produk olahan bernilai tambah, sehingga petani meraih laba setelah dilepas ke pasaran.

“Bayangkan, petani jual gabah, harganya Rp. 4.000 sekilo. Harus tunggu tiga sampai empat bulan untuk panen. Selama itu pula seluruh risiko kebanjiran, kekeringan, hama penyakit ditanggung petani sendirian,” katanya.

Setelah petani membentuk korporasi, maka saham yang dikumpulkan dapat digunakan membeli rice milling unit (RMU) dan mesin pengering (dryer). Hasil panen diolah dulu di RMU dan dryer kemudian dikemas menjadi beras premium seharga Rp. 15.000, berarti petani meraih laba empat kali lipat dari sekadar menjual gabah.

“Faktanya saat ini, petani masih jual gabah. Pedagang raih untung berlipat ganda dalam hitungan hari. Tanpa risiko kerugian berbulan-bulan seperti ditanggung petani. Penyuluh harus mampu mengubah mindset petani.” kata Dedi mengakhiri arahannya di BPP Pamarican, Ciamis. (Hevy/LA)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan