Pakar Hukum: Tempo Tak Serius Penuhi PPR Dewan Pers, Patut Kementan Menggugat
Pilarpertanian - Koordinator Lembaga Advokasi Kajian Strategis Indonesia (LAKSI) Zaqi Hidzaqi menilai langkah Kementerian Pertanian (Kementan) menggugat Tempo melalui jalur perdata sudah tepat. Menurutnya, sikap itu bukan sekadar respons atas sengketa antara lembaga publik dan media, tetapi upaya menegakkan prinsip kemerdekaan pers yang bertanggung jawab dan beretika, sebagaimana dijamin Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Gugatan Kementan harus dibaca sebagai dorongan agar kebebasan pers tetap berjalan sehat. Pers wajib profesional, akurat, dan menghormati etika jurnalistik,” ujar pria yang akrab disapa Zaqi tersebut di Jakarta, Rabu (17/9).
Zaqi menjelaskan, dasar gugatan Kementan berangkat dari unggahan poster dan motion graphic berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” di akun resmi Tempo pada 16 Mei 2025. Menurutnya, materi tersebut tidak memenuhi standar akurasi dan proporsionalitas pemberitaan.
Produk visual itu dibuat untuk mempromosikan artikel “Risiko Bulog setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah”, namun isi artikel yang berada di balik paywall tidak mendukung narasi negatif dalam poster.
“Akibatnya, publik non-pelanggan tidak bisa memverifikasi kebenaran konten, dan ruang komentar dibiarkan dipenuhi ujaran negatif terhadap Kementan maupun Menteri Pertanian,” jelas Zaqi.
LAKSI menilai, pola semacam ini bukan hanya merugikan reputasi institusi, tetapi juga dapat melemahkan semangat jutaan petani yang bekerja menjaga ketahanan pangan nasional.
“Kementerian Pertanian ini lembaga pemerintah yang salah satu misinya meningkatkan kesejahteraan petani. Kritik yang berbasis data terhadap Kementan sebetulnya sehat, tapi kalau framing menyesatkan, dampaknya bisa meluas ke petani dan publik,” katanya.
Zaqi mengingatkan, kasus ini bukan yang pertama. Pada 2019, Tempo juga pernah dinyatakan melanggar Kode Etik Jurnalistik lewat PPR No. 45/PPR-DP/X/2019 terkait artikel “Gula-gula Dua Saudara”.
Dalam perkara terbaru, Dewan Pers melalui PPR Nomor 3/PPR-DP/VI/2025 menyatakan poster/motion graphic “Poles-Poles Beras Busuk” melanggar Pasal 1 dan 3 Kode Etik Jurnalistik karena tidak akurat, melebih-lebihkan, serta mencampur fakta dengan opini yang menghakimi. Dewan Pers meminta Tempo mencabut atau memperbaiki konten, memoderasi komentar, dan memuat permintaan maaf.
“Tempo hanya mengganti judul poster menjadi ‘Main Serap Gabah Rusak’. Moderasi komentar tidak dilakukan, dan permintaan maafnya pun tidak menunjukkan itikad sungguh-sungguh,” ujar Zaqi.
Menurutnya, hal itu memperlihatkan ketidakseriusan Tempo melaksanakan rekomendasi Dewan Pers secara penuh.
Jalur Perdata untuk Tegakkan Etika
Zaqi menekankan, langkah Kementan menempuh gugatan perdata atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) sudah proporsional.
“Mereka bisa saja memilih laporan pidana, tapi tidak dilakukan demi menghormati kemerdekaan pers,” jelasnya.
Ia juga mengapresiasi keputusan Kementan yang tidak meminta sita jaminan aset Tempo agar kegiatan jurnalistik media itu tidak terganggu.
“Ini bukti bahwa gugatan Kementan tidak dimaksudkan membungkam pers, melainkan menuntut pertanggungjawaban atas pelanggaran etika yang sudah dinyatakan Dewan Pers,” tegasnya.
LAKSI pun mendorong Kementan melanjutkan proses hukum dengan konsisten. “Gugatan ini perlu diteruskan sebagai preseden agar media lebih serius mematuhi kode etik dan menjaga kualitas informasi di ruang publik,” pungkas Zaqi.(BB)