Panen Jagung di Bantul, Petani Siap Aplikasikan Bahan Alami

Panen Jagung di Bantul, Petani Siap Aplikasikan Bahan Alami
Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi Mengikuti Kegiatan Sosialisasi Pembuatan Bahan Alami di Kelompok Tani Guyub Rukun, Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, D.I. Yogyakarta.

Pilarpertanian - Kementerian Pertanian terus mendorong penggunaan bahan-bahan alami dalam budidaya pertanian guna menekan biaya produksi namun diharapkan tidak mengurangi produksi. Kegiatan diawali dengan Panen Jagung di lahan seluas 400 ha dengan varietas Pioneer yang memiliki produktivitas 9-10 ton per hektar, di lahan ini juga sudah menggunakan pupuk organik meskipun masih 30-40%. Selanjutnya bimbingan teknis penggunaan biosaka diharapkan dapat mengurangi lagi penggunaan pupuk kimia. Nantinya di lokasi ini akan dilakukan demplot pengaplikasian bahan alami biosaka di lahan 0,5 hektar dan di lokasi kecamatan lainnya.

Kegiatan dilanjutkan dengan sosialisasi pembuatan bahan alami (biosaka) di Kelompok Tani Guyub Rukun, Desa Gadingharjo, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, yang dihadiri langsung oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan dan Wakil Bupati Bantul.

Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi mengapresiasi petani di Bantul yang antusias mengikuti sosialisasi ini, menurutnya di daerah yang sudah melakukan demplot biosaka seperti di NTB, Bali dan di beberapa daerah lain berhasil, di Bantul juga diharapkan dapat berhasil karena ini merupakan inovasi yang baru, bagus dan murah semua orang dapat membuatnya namun tentunya tetap ada SOP nya.

“3 tahun ini kita sudah tidak impor beras dan mendapatkan penghargaan dari IRRI, nah tugas kita ke depan untuk menjaga swasembada padi berkelanjutan bahkan didorong ke arah ekspor, tugas lain yaitu swasembada jagung ini perlu kerja kita bareng-bareng salah satunya dengan penggunaan bahan-bahan alami seperti ini, ini inovasi baru yang bagus dan sudah dibuktikan hasilnya di beberapa daerah itu berhasil, awal yang baik tadi disini semua peserta pembuatan larutan biosaka berhasil semua, dan saya harap pengaplikasiannya dapat berhasil juga seperti di daerah-daerah lain,” papar Suwandi.

Sesuai arahan Bapak Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, kita harus lebih baik dari hari kemarin terus kembangkan inovasi-inovasi yang efektif dan efisien, di tengah mahalnya pupuk kimia maka inovasi seperti ini sangat bagus untuk dikembangkan.

Wakil Bupati Bantul, Joko Budi Purnomo, mengungkapkan bahan alami biosaka ini diharapkan menjadi harapan baru terutama bagi para kelompoktani khususnya di wilayah Bantul dan betul-betul ke depan pertanian di Bantul bisa lebih maju, lebih berkembang dan lebih bisa membawa sejahtera masyarakat.

“Tentunya ini suatu hal yang sangat luar biasa bagus, karena menurut info dari Pak Dirjen tadi di beberapa wilayah sudah ada yang sukses menerapkan biosaka ini, dan saya berharap kepada para petani maupun petugas penyuluh untuk dapat mengikuti sosialisasi ini dengan sungguh-sungguh untuk kemajuan pertanian di Bantul,” ungkap Joko.

Hadir juga dalam kegiatan Prof. Robert Manurung, akademisi dari ITB menyampaikan sama seperti pada sosialisasi sebelum-sebelumnya, ia mengatakan bahwa biosaka ini bukan pupuk melainkan Elisitor yang berfungsi sebagai penambah imun pada tanaman, sehingga ketika tanaman sehat maka pertumbuhannya akan optimal.

“Sering saya katakan bahwa biosaka ini bukan pupuk, melainkan elisitor yang berfungsi meningkatkan imun tanaman dan menurut saya jika sesuatu yang sudah terbukti dirasakan manfaatnya oleh masyarakat kita harus beri kesempatan yang penting hasilnya nyata,” jelas Robert.

Sementara itu Prof. Iswandi Anas, berharap penggunaan bahan-bahan alami atau pupuk organik harus terus disosialisasikan, untuk dapat diterapkan di seluruh Indonesia karena menurutnya pupuk organik seharusnya menjadi pupuk utama karena dapat memperbaiki semua sifat tanah yang tentunya akan mengembalikan kesuburan lahan.

“Dengan kita menggunakan pupuk organik, banyak sekali manfaat yang kita dapat. Yang pertama tentunya biaya lebih murah, yang kedua dapat menjaga keberlangsungan lahan, jadi mari sekarang kita balik logikanya pupuk organik menjadi pupuk utama dan pupuk kimia sebagai pupuk pendukung,” ucap Iswandi.

Anshar, sang penggagas biosaka menceritakan, “kita lakukan di Blitar itu sejak tahun 2018, kita berhasil meskipun awalnya banyak ditertawakan, nah akhirnya saya memakai gerakan namanya getuk tular jadi siapapun yang sudah bisa membuktikan membuat biosaka menularkan kepada petani-petani yang lain,” jelasnya. Dalam praktek membuat biosaka langsung di lokasi kemudian untuk lebih mendalami nya dapat dilihat di YouTube. “Saya yakin bapak ibu semuanya sudah langsung ahli membuat biosaka, dan kita harus yakin karena ini sudah dilakukan bertahun-tahun dan berhasil, Semoga di Bantul pun bisa berhasil seperti di daerah-daerah lain,” ujarnya.(BB)

Redaksi dan Informasi pemasangan iklan