Penuhi Permintaan Industri, Kementan Dorong Investasi Jagung Rendah Aflatoksin di Gunung Kidul
Pilarpertanian - Permintaan industri olahan pati jagung terhadap jagung rendah aflatoxin yang cukup tinggi mencapai 1 juta ton per tahun membuka peluang investasi yang cukup terbuka lebar dan menguntungkan. Peluang investasi tersebut telah disambut baik investor di Kabupaten Gunung Kidul sebagai salah satu sentra utama jagung di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Salah satu investor yang mulai bergerak, yakni PT. Sumber Kamulyan Nusantara, saat ini dalam proses membangun processing unit (pengeringan) jagung rendah aflatoxin di Kecamatan Semanu, Kabupaten Gunung Kidul. Tentunya Kementan menyambut baik rencana tersebut dan mendukung dari sisi Pemerintah.
Untuk mengawal komitmen investasi tersebut, Kementan memfasilitasi pertemuan untuk mensosialisasikan pengembangan Jagung Rendah Aflatoxin (JRA) di Gunung Kidul tanggal 16 November 2020 dengan menghadirkan beberapa gabungan kelompok tani (Gapoktan) Jagung Kecamatan Semanu dan industri pengolahan pati jagung PT. Aneka Agro sebagai pengguna JRA, Direktorat Serealia, Dinas Pertanian Provinsi DIY, Dinas Pertanian Kabupaten Gunung Kidul, PT. DNA Lombok Timur, PT. Bank BRI Cabang Wonosari serta pihak terkait lainnya.
Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Tanaman Pangan, Kementan, Gatut Sumbogodjati mengatakan bahwa kegiatan ini merupakan gerak cepat terkait tindak lanjut dari MOU Kerja Sama antara Direktur Jenderal Tanaman Pangan dengan Perkumpulan Produsen Pemurni Jagung Indonesia (P3JI) yang telah ditandatangani di Bandung minggu lalu terkait pemenuhan bahan baku jagung rendah aflatoxin untuk kebutuhan industri pati jagung, sweetener dan bihun jagung.
“Kebutuhan jagung rendah aflatoxin ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. Namun tantangannya pemenuhan jagung tersebut harus dengan persyaratan mutu,” ujar Gatut di Gunung Kidul, Kamis (19/11/2020).
Gatut menambahkan, dukungan terhadap pengembangan jagung rendah aflatoxin sangat besar dari sisi investor sudah ada yang akan menyediakan sarana produksi, pasca panen dan pengolahan serta pasar (hasil petani sudah terjamin).
“Dari sisi permodalan petani dapat mengakses KUR dari Bank BRI, dari sisi pasar telah terjamin dari pihak industri besar yang siap menampung,” terangnya.
Gatut menjelaskan mekanisme kerja sama yang rencananya dilakukan adalah pihak investor dan Gapoktan Jagung di wilayah Kecamatan Semanu telah sepakat untuk melakukan kemitraan produksi. Selain itu, pendampingan proses produksi hingga pasca panen dan pengolahan hingga pasar.
“Mudah-mudahan melalui kerja sama yang saling menguntungkan ini dapat berkesinambungan dan meningkatkan pendapatan petani-petani jagung khususnya di Gunung Kidul,” tandasnya.
Pengembangan jagung rendah aflatoxin telah berhasil diterapkan di Kabupaten Lombok Timur. Kegiatan ini dipelopori PT. DNA. Direktur PT DNA, Dean Novel menyatakan rencananya pengembangan jagung rendah aflatoxin akan mereplikasi apa yang telah diterapkan di Kabupaten Lombok Timur dengan menyesuaikan terhadap iklim dan keadaan lahan Kabupaten Gunung Kidul.
“Secara topografi dan sifat lahan hampir sama dengan di Lombok Timur, namun saya tidak akan menerapkan cara yang sama di Lombok Timur tetapi saya akan menggunakan versi Gunung Kidul dikarenakan perbedaan sosial budaya, kunci utama dalam menghasilkan jagung rendah aflatoxin adalah kedisplinan dari petani” terang Dean Novel.
Terpisah, Direktur Jenderal Tanaman Pangan, Suwandi menyebutkan kebutuhan jagung rendah aflatoxin ini lebih dari 1 juta ton setiap tahun. Tentunya, kondisi Indonesia yang saat ini sudah mampu memproduksi lebih dari 24 juta ton jagung setiap tahun harusnya dengan mudah mampu memenuhi kebutuhan tersebut,” terangnya.
“Sesuai arahan Mentan Syahrul Yasin Limpo bahwa saat ini kita tidak hanya bertumpu pada kuantitas saja tapi juga kualitas yang baik, dengan adanya komitmen penyediaan jagung rendah aflatoxin ini saya yakin kita sebenarnya mampu memenuhinya dari dalam negeri sendiri,” kata Suwandi.(ND)